QANUN DAKHILI PERSATUAN ISLAM (PERSIS)

Logo Persatuan Islam (PERSIS)

QANUN DAKHILI PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
BAB I
WAJAH, WIJHAH, DAN GERAKAN
Bagian Pertama
Lambang, Semboyan, Bendera, Mars dan Hymne
Pasal 1
(1) Lambang Jam’iyyah PERSIS ialah jalur-jalur sinar berbentuk bintang bersudut dua belas bermakna nur Al-Qur'an dan As-Sunnah.
(2) Lambang Jam’iyyah PERSIS dalam lingkaran tengahnya bertuliskan Persatuan Islam dengan huruf Arab.
(3) Lambang Jam’iyyah PERSIS dibuat dengan berwarna kuning di atas dasar warna hijau.
(4) Lambang Jam’iyyah PERSIS pada setengah lingkaran bagian atas ditulis ayat Al-Qur'an Wa'tashimuu bi hablillaahi jamii'an wa laa tafarraquu dan pada setengah lingkaran bagian bawah ditulis hadits Rasul Yadullaahi ma'al Jamaa'ah, yang masing-masing bermakna pegangan dan titik tolak perjuangan Persatuan Islam (PERSIS) dan keharusan kehidupan berjama'ah dan berimamah dalam Jam'iyyah PERSIS.
(5) Lambang Jam’iyyah PERSIS adalah sebagai berikut:

Pasal 2
Semboyan Jam’iyyah PERSIS adalah ayat Al-Qur'an surat Ali Imran 103 Wa'tashimuu bi hablillaahi jamii'an wa laa tafarraquu dan hadits Rasul riwayat Imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban Yadullaahi ma'al Jamaa'ah.

Pasal 3
Bendera Jam’iyyah PERSIS berwarna hijau berbentuk persegi panjang ukuran 2 berbanding 3, dengan lambang berwarna kuning di tengahnya, dan bertuliskan Persatuan Islam berwarna kuning di bawahnya.

Bagian Kedua
Mars dan Hymne PERSIS
Pasal 4
(1) Mars PERSIS merupakan lagu bernada sedang (bariton), tinggi (sopran), rendah (bas), berkombinasi, berirama teratur, bertempo tenang, optimis berjiwa islami dan mencerminkan cita-cita luhur Jam’iyyah PERSIS.
(2) Notasi dan syair Mars PERSIS ditetapkan dalam pedoman jam’iyyah.

Pasal 5
(1) Hymne PERSIS bernada sedang bariton, bertempo lambat berwibawa dan mengandung makna pujian berdasarkan ajaran islam.
(2) Notasi dan syair Hymne PERSIS ditetapkan dalam pedoman jam’iyyah.

Bagian Ketiga
Gerakan
Pasal 6
(1) Gerakan dakwah Jam’iyyah PERSIS berupa dakwah berwawasan Al Jama’ah dengan beragam bentuknya.
(2) Gerakan pendidikan Jam’iyyah PERSIS berupa jalur pendidikan kepesantrenan, pendidikan umum, pendidikan khusus, dalam jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
(3) Gerakan Ekonomi Jam’iyyah PERSIS berupa gerakan ekonomi keumatan.
(4) Gerakan sosial kemasyarakatan Jam’iyyah PERSIS berupa gerakan yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
(5) Gerakan dakwah, pendidikan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan diatur lebih lanjut dalam pedoman Jam’iyyah PERSIS.

BAB II
AL-JAMA’AH, AL-IMAMAH, AL-IMARAH, DAN KEANGGOTAAN
Bagian Pertama
Al-Jama’ah
Pasal 7
(1) Al-Jama’ah sebagai sekumpulan orang yang mempunyai kesadaran dan komitmen terhadap kewajiban untuk menegakkan Syari’at Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan.
(2) Al-Jama’ah dalam Jam’iyyah PERSIS terwujud sebagai satu kesatuan pemahaman, pemikiran, pengamalan, dan sikap para anggota terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam mewujudkan cita-cita, tujuan, Visi dan Misi Jam’iyyah PERSIS.
(3) Keberadaan al-Jama’ah lebih ditentukan oleh sejauh mana jajaran Jam’iyyah PERSIS tetap beri’tisham kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Bagian Kedua
Imamah dan Imarah
Pasal 8
(1) Jam’iyyah PERSIS disusun dan dibina secara bertahap dari satuan hidup terkecil hingga terbesar secara berjama’ah, berimamah dan berimarah.
(2) Susunan pimpinan Jam’iyyah PERSIS terdiri atas :
a. Pimpinan Pusat Persatuan Islam disingkat PP PERSIS untuk tingkat Nasional.
b. Pimpinan Wilayah Persatuan Islam disingkat PW PERSIS untuk tingkat Propinsi.
c. Pimpinan Daerah Persatuan Islam disingkat PD PERSIS untuk tingkat Kabupaten/Kota.
d. Pimpinan Cabang Persatuan Islam disingkat PC PERSIS untuk tingkat Kecamatan.
e. Pimpinan Ranting Persatuan Islam disingkat PR PERSIS untuk tingkat Desa/Kelurahan.
f. Pimpinan Jama’ah Persatuan Islam disingkat PJ PERSIS untuk tingkat terkecil di lingkungan pemukiman.
g. Pimpinan Cabang Istimewa Persatuan Islam disingkat PCI PERSIS untuk perwakilan di luar negeri.
(3) Pimpinan Jam’iyyah PERSIS sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) Pasal ini adalah penyelenggara jam’iyyah yang memiliki kewenangan imamah dan imarah.
(4) Pimpinan jam’iyyah PERSIS berkewajiban mengatur dan memimpin jam’iyyah sesuai dengan tingkat dan kewenangannya.

Bagian Ketiga
Keanggotaan
Pasal 9
Anggota PERSIS adalah seseorang yang menggabungkan diri ke dalam Jam’iyyah PERSIS dan memiliki kartu anggota.

Pasal 10
(1) Keanggotaan PERSIS terdiri atas Anggota Biasa, Anggota Tersiar, dan Anggota Kehormatan.
(2) Anggota Biasa adalah anggota yang tergabung dalam Jama’ah, Ranting, atau Cabang di lingkungan tempat tinggalnya.
(3) Anggota Tersiar adalah anggota biasa yang di daerahnya belum ada Jama’ah, Ranting, atau Cabang.
(4) Anggota Kehormatan adalah orang yang dianggap penting oleh Pimpinan Pusat dan diangkat sebagai anggota karena kegiatan-kegiatan, pemikiran dan wibawanya dalam menjunjung pencapaian tujuan Jam’iyyah PERSIS.

Pasal 11
(1) Anggota PERSIS adalah seseorang yang berusia di atas 30 (tigapuluh) tahun.
(2) Seseorang yang berusia di bawah 30 tahun dapat menjadi anggota PERSIS apabila dipandang perlu.
(3) Seseorang yang akan menjadi anggota biasa harus mengajukan permohonan kepada Pimpinan Pusat melalaui Pimpinan Cabang setempat dengan kesaksian tertulis dari anggota biasa lainnya dan mendapat persetujuan Pimpinan Cabang.
(4) Keanggotaan Biasa wajib diperbaharui setiap 5 (lima) tahun sekali.
(5) Anggota Biasa yang berusia 60 (enampuluh) tahun ke atas, masa keanggotaannya berlaku seumur hidup.

Pasal 12
(1) Seseorang yang akan menjadi anggota Tersiar harus mengajukan permohonan tertulis secara langsung kepada Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Tersiar dibina oleh Pimpinan Pusat atau Pimpinan Jam’iyyah PERSIS terdekat.
(3) Anggota Tersiar berkewajiban mengembangkan paham Al-Qur’an dan As-Sunnah di lingkungannya dan mengusahakan terbentuknya Jama’ah, Cabang, Daerah, dan atau Wilayah.
(4) Anggota Tersiar wajib melaporkan segala kegiatannya kepada Pimpinan Pusat melalui Pimpinan Jam’iyyah PERSIS terdekat.
(5) Keanggotaan anggota Tersiar diperbaharui setiap 5 (lima) tahun.

Pasal 13
Keanggotaan Anggota Kehormatan diperoleh dengan pengajuan tertulis dari Pimpinan Jam’iyyah PERSIS setempat kepada Pimpinan Pusat.

Pasal 14
(1) Keanggotaan Biasa, anggota Tersiar dan Anggota Kehormatan disahkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Anggota Biasa dan Anggota Tersiar diberikan Kartu Tanda Anggota oleh Pimpinan Pusat.
(3) Anggota Kehormatan mendapat Surat Keputusan dari Pimpinan Pusat.

Bagian Keempat
Rangkap Keanggotaan
Pasal 15
(1) Setiap anggota tidak boleh rangkap keanggotaan atau pimpinan pada organisasi masyarakat keagamaan lainnya.
(2) Setiap anggota yang akan rangkap keanggotaan atau pimpinan pada organisasi politik harus dengan persetujuan Pimpinan Pusat.
(3) Tasykil Pimpinan Pusat yang akan merangkap keanggotaan atau pimpinan pada organisasi politik harus dengan persetujuan Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Pusat.

Bagian Kelima
Kewajiban Dan Hak Anggota
Pasal 16
(1) Setiap anggota PERSIS wajib :
a. Mempelajari, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai landasan kehidupan.
b. Mempelajari, memahami, dan mengamalkan Qanun Asasi - Qanun Dakhili Persatuan Islam sebagai landasan perjuangan.
c. Menjauhkan diri dari perbuatan munkarat, maksiat, bid’ah, dan kegiatan keagamaan di luar tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
d. Menaati imamah, imarah, dan melaksanakan taushiyah pimpinan, selama sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
e. Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan Jam’yyah PERSIS secara langsung atau tidak langsung.
f. Mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan nama baik Jam’yyah PERSIS khususnya, serta kehormatan Islam umumnya.
g. Menjadi uswatun hasanah dalam seluruh aspek kehidupan.
h. Menjadi ashabun dan hawariyun Islam dengan menyediakan harta dan jiwa raganya untuk membela Islam.
i. Mengusahakan keikutsertaan anggota keluarganya dalam kegiatan Jam’yyah PERSIS atau yang ada kaitan dengan jam’iyyah PERSIS.
j. Mengusahakan anggota keluarganya untuk menjadi anggota PERSIS atau anggota Bagian Otonom PERSIS.
k. Mengembangkan pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah di lingkungan tempat tinggal dan atau di lingkungan kerjanya.
l. Mengajak orang lain yang sepemahaman untuk menjadi anggota PERSIS.
m. Berusaha mengikutsertakan keluarganya memakmurkan masjid dan lembaga pendidikan PERSIS.
n. Membayar infaq, zakat, dan shodaqoh melalui Jam’iyyah PERSIS sesuai pedoman perzakatan PERSIS.
o. Membayar infaq (iuran) bulanan anggota.
(2) Setiap anggota PERSIS berhak :
a. Mendapatkan pembinaan dan bimbingan dari jam’iyyah dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Mendapatkan pembinaan, bimbingan, dan layanan jam’iyyah dalam aspek pendidikan, sosial, ekonomi, hukum, dan politik.
c. Mendapatkan perlindungan hukum dari Jam’yyah PERSIS sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
d. Menyatakan pendapatnya.
e. Memiliki hak suara, hak memilih dan hak dipilih kecuali anggota kehormatan.

Bagian Keenam
Sanksi organisasi Dan Pelaksanaannya
Pasal 17
(1) Jam’yyah PERSIS dapat menjatuhkan sanksi organisatoris terhadap anggota apabila :
a. Melakukan perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Melanggar Qanun Asasi dan Qanun Dakhili.
c. Melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan dan mencemarkan nama baik Jam’yyah PERSIS.
(2) Para anggota atau Tasykil Pimpinan Pusat yang melanggar ketentuan Pasal 15 dan Pasal 16 diberikan sanksi organisatoris.
(3) Sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, sanksi organisatoris sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan (2) Pasal ini dapat dijatuhkan berupa :
a. Peringatan.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian selamanya dari keanggotaan.
(4) Anggota PERSIS yang diberhentikan selamanya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) huruf c Pasal ini keanggotaannya dinyatakan batal.

Pasal 18
(1) Peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (3) huruf a diberikan langsung secara lisan dan atau tertulis oleh Pimpinan Cabang dengan tembusan kepada Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat setelah mendengar:
a. Laporan Pimpinan Ranting dan atau Jama’ah dan atau dua orang anggota lainnya.
b. Penjelasan langsung dari anggota yang bersangkutan.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dengan pengukuhan dari Pimpinan Pusat.
(3) Pemberhentian selamanya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat berdasarkan usulan Pimpinan Cabang.
(4) Pelaksanaan pemberhentian sementara atau pemberhentian selamanya dilakukan setelah Pimpinan Pusat:
a. Menerima pengaduan langsung dari Pimpinan Cabang,
b. Menerima penjelasan dari anggota yang bersangkutan, dan
c. Anggota yang bersangkutan sudah mendapat peringatan.
(5) Pemberhentian sementara atau selamanya dinyatakan secara tertulis.

Pasal 19
(1) Pimpinan Pusat dapat memberhentikan sementara tasykil Pimpinan Jam’iyyah PERSIS yang terlibat dalam kasus hukum.
(2) Pemberhentian sementara dicabut dari yang bersangkutan apabila ternyata tidak terbukti salah.
(3) Pembuktian salah diatur lebih lanjut dalam pedoman atau peraturan jamiyyah.
Bagian Ketujuh
Pembelaan Diri Dan Rehabilitasi Keanggotaan

Pasal 20
(1) Pimpinan Jam’yyah PERSIS memfasilitasi anggota yang mendapat sanksi organisatoris untuk melakukan pembelaan diri.
(2) Pembelaan diri dilakukan pada Musyawarah Cabang atas permintaan yang bersangkutan, dan apabila pembelaan diri tidak dapat diselesaikan di tingkat Pimpinan Cabang, pembelaan diri dapat dilakukan pada tingkat pimpinan di atasnya.

Pasal 21
(1) Setelah masa pemberhentian sementara berakhir, anggota yang terkena sanksi pemberhentian, harus dipulihkan keanggotaannya.
(2) Apabila dalam pembelaan diri, seperti dimaksud pasal 14 dinyatakan tidak bersalah, maka keanggotaannya harus dipulihkan.

Pasal 22
(1) Keanggotaan dalam Jam’yyah PERSIS dinyatakan berhenti apabila anggota yang bersangkutan :
a. Meninggal dunia.
b. Mengundurkan diri.
c. Dibatalkan keanggotaannya oleh Pimpinan Pusat.
(2) Anggota dan atau Tasykil Pimpinan Jam’iyyah yang tersangkut kasus hukum pidana di atur oleh Peraturan Jam’yyah PERSIS.

BAB III
PIMPINAN JAM’IYYAH PERSIS
Bagian Pertama
Pimpinan Pusat
Pasal 23
(1) Pimpinan Pusat merupakan struktur tertinggi Jam’iyyah PERSIS yang terdiri atas Pimpinan Harian dan Pimpinan Lengkap yang dipimpin oleh Ketua Umum.
(2) Pimpinan Pusat terdiri atas :
a. Pimpinan Harian : Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, para Ketua Bidang, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, para Sekretaris Bidang, dan Bendahara Umum dan para Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Ketua Majelis Penasihat, Pimpinan Harian, para Ketua Bidang Garapan, para Ketua Dewan, dan Para Ketua Bagian Otonom.
(3) Pimpinan Pusat berkewajiban menjabarkan program jihad dan membuat petunjuk-petunjuk pelaksanaannya.
(4) Para anggota pimpinan pusat kecuali Majelis Penasihat bertanggungjawab kepada Ketua Umum.
(5) Ketua Umum dan Majelis Penasihat bertanggung jawab kepada Muktamar.

Pasal 24
(1) Jihad Jam’iyyah PERSIS dilaksanakan oleh Ketua Umum dibantu oleh Wakil Ketua Umum, Para Ketua Bidang, Sekrretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
(2) Jihad jam’iyyah kesekretariatan dilaksanakan oleh Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, dan Para Sekretaris Bidang.
(3) Jihad jam’iyyah Kebendaharaan dilaksanakan oleh Bendahara Umum dan Para Bendahara.
(4) Pelaksanaan jihad Jam’iyyah PERSIS Bidang dan Bidang Garapan (Bidgar) dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bidang Jam'iyyah membawahi Bidgar Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Insani, Bidgar Pembinaan dan Pengembangan Organisasi, dan Bidgar Siyasah Jam’iyyah,
b. Bidang Dakwah membawahi Bidgar Pengembangan Dakwah dan Kajian Pemikiran Islam, Bidgar Sumber Daya Dakwah, Bidgar Komunikasi Dakwah dan Kemesjidan, dan Bidgar Bimbingan Haji dan Umrah.
c. Bidang Tarbiyah membawahi Bidgar Pendidikan Tinggi dan Ma’had Aly, Bidgar Pendidikan Dasar dan Menengah, Bidgar Pendidikan Dasar dan Khusus, Bidgar Pendidikan Umum.
d. Bidang Maliyah dan Ijtima’iyah membawahi Bidgar Perwakafan, Bidgar Perzakatan, Bidgar Ekonomi dan Keuangan, Bidgar Sosial, dan Bidgar Pengembangan Sarana Fisik dan Rumahtangga .
e. Bidang Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan membawahi Bidgar Kominfo, Bidgar Hubungan antar Lembaga dan Organisasi, Bidgar Hubungan Luar Negeri, dan Bidgar Konsultasi dan Bantuan Hukum.
(5) Bidang dan Bidang Garapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) Pasal ini dipimpin oleh seorang Ketua Bidang dan Ketua Bidang Garapan.

Pasal 25
(1) Bidang dan Bidang Garapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) dapat ditambah dan atau diubah dengan Bidang Garapan baru sesuai dengan kebutuhan.
(2) Setiap Bidang dan Bidang Garapan dapat mengangkat staf sesuai dengan kebutuhan atas persetujuan Ketua Umum.

BAB IV
MAJELIS PENASIHAT
Bagian Pertama
Pimpinan dan Anggota Majelis Penasihat
Pasal 26
(1) Anggota Majelis Penasihat dipilih oleh Muktamar sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang.
(2) Majelis Penasihat dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih oleh anggotanya.
(3) Pimpinan Majelis Penasihat terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris.
(4) Apabila Ketua Majelis Penasihat berhalangan tetap, kedudukannya dijabat oleh Wakil Ketua atau salah seorang anggota Majelis Penasihat hingga Muktamar berikutnya.
(5) Pejabat Ketua Majelis Penasihat dapat menetapkan Wakil Ketua Majelis Penasihat.
(6) Apabila salah seorang atau beberapa orang anggota Majelis Penasihat berhalangan tetap, Ketua Majelis Penasihat dapat mengangkat anggota Majelis Penasihat pengganti atas usul anggota Majelis Penasihat.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 27
(1) Majelis Penasihat berfungsi sebagai penasihat dan pengawas Pimpinan Pusat dalam melaksanakan amanat Muktamar.
(2) Majelis Penasihat tidak mempunyai hubungan struktural dengan para penasihat dan Pimpinan Jam’iyyah PERSIS di bawahnya.
(3) Untuk kelancaran tugasnya, Majelis Penasihat dapat membuat kaifiyyah kerja.

Bagian Ketiga
Persidangan
Pasal 28
(1) Majelis Penasihat melaksanakan sidang sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam jam’iyyah PERSIS.
(2) Majelis Penasihat dalam persidangan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini dapat mengundang Pimpinan Pusat.

Bagian Keempat
Kewajiban Dan Hak
Pasal 29
(1) Majelis Penasihat berkewajiban melaksanakan pengawasan, memberikan nasihat, pertimbangan, dan tadzkirah kepada Pimpinan Pusat baik diminta atau tidak.
(2) Majelis Penasihat berkewajiban merespon segala persoalan yang terjadi dalam Jam’iyyah PERSIS di tingkat Pimpinan Pusat.
(3) Majelis Penasihat berkewajiban menyampaikan laporan kinerja kepada Muktamar.

Pasal 30
(1) Majelis Penasihat berhak mengadakan musyawarah.
(2) Majelis Penasihat berhak memberikan sanksi kepada anggota Pimpinan Pusat yang melanggar terhadap Qanun Asasi atau Qanun Dakhili PERSIS, dan Pedoman Jam’iyyah PERSIS kepada Pimpinan Pusat.
(3) Majelis Penasihat berhak memberikan sanksi kepada Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila melanggar terhadap Qanun Asasi/ Qanun Dakhili, dan Pedoman jam’iyyah PERSIS kepada Musyawarah Khusus.

BAB V
DEWAN HISBAH
Bagian Pertama
Anggota dan Pimpinan Dewan Hisbah
Pasal 31
(1) Anggota Dewan Hisbah diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum
(2) Pengangkatan anggota Dewan Hisbah dapat diusulkan oleh Pimpinan Wilayah
(3) Dalam mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Hisbah Ketua Umum dapat menyelenggarakan Musyawarah Khusus.
(4) Pimpinan Dewan Hisbah terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Ketua-Ketua Komisi.
(5) Ketua Dewan Hisbah dipilih oleh para anggota Dewan Hisbah.
(6) Ketua Dewan Hisbah adalah Anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Pusat.
(7) Untuk kelancaran tugasnya, Pimpinan Dewan Hisbah dapat membuat kaifiyyah kerja yang disahkan oleh Pimpinan Pusat.

Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 32
(1) Dewan Hisbah berfungsi sebagai dewan pertimbangan hukum syara’ dalam Jam’iyyah PERSIS.
(2) Dewan Hisbah bertugas melakukan pengkajian syara’ atas berbagai persoalan yang berkembang.
(3) Dewan Hisbah bertugas memutuskan persoalan-persoalan syara’ di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik.

Bagian Ketiga
Persidangan
Pasal 33
(1) Dewan Hisbah melaksanakan sidang sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
(2) Dewan Hisbah melaksanakan sidang sesuai dengan kebutuhan umat.
(3) Dewan Hisbah dapat mengundang Dewan Tafkir, Dewan Hisab dan Rukyat, dan pakar lain di bidangnya.
(4) Hasil kajian, penelitian, dan keputusan Hukum Dewan Hisbah disosialisasikan oleh Pimpinan Pusat bersama Dewan Hisbah.

Bagian Keempat
Kewajiban dan Hak
Pasal 34
(1) Dewan Hisbah berkewajiban meneliti hukum-hukum Islam.
(2) Dewan Hisbah berkewajiban merespon segala persoalan umat yang berkaitan dengan hukum syara’
(3) Dewan Hisbah berkewajiban membuat petunjuk pelaksanaan ibadah untuk keperluan umat.

Pasal 35
(1) Dewan Hisbah melaksanakan sidang dengan sepengetahuan Pimpinan Pusat.
(2) Dewan Hisbah berhak mengikuti musyawarah Pimpinan Pusat sesuai ketentuan Pasal 90.

BAB VI
DEWAN HISAB DAN RUKYAT
Bagian Pertama
Pimpinan dan Anggota
Pasal 36
(1) Dewan Hisab dan Rukyat dipimpin oleh seorang Ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Hisab dan Rukyat dapat diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Ketua Umum dapat mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Hisab dan Rukyat melalui Musyawarah Khusus.
(4) Pimpinan Dewan Hisab dan Rukyat terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris.
(5) Untuk kelancaran tugasnya Pimpinan Dewan Hisab dan Rukyat dapat membuat kaifiyah kerja yang disahkan oleh Pimpinan Pusat.
(6) Anggota Dewan Hisab dan Rukyat diangkat oleh Pimpinan Pusat dengan mempertimbangkam rekomendasi Ketua Dewan Hisab dan Rukyat.
(7) Ketua Dewan Hisab dan Rukyat adalah anggota Musyawarah Lengkap Pimpinan Pusat.
Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas
Pasal 37
(1) Dewan Hisab dan Rukyat berfungsi sebagai dewan peneliti dan pengkaji Hisab dan Rukyat.
(2) Dewan Hisab dan Rukyat bertugas melakukan penelitian dan pengkajian dalam bidang hisab dan rukyat.

Bagian Ketiga
Persidangan
Pasal 38
(1) Dewan Hisab dan Rukyat melaksanakan sidang sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Dewan Hisab dan Rukyat melaksanakan sidang sesuai dengan kebutuhan umat dan perkembangan yang ada.
(3) Dewan Hisab dan Rukyat dapat mengundang pakar sesuai dengan bidang yang diperlukan.
(4) Hasil kajian, penelitian, dan keputusan Dewan Hisab dan Rukyat disosialisasikan oleh Pimpinan Pusat bersama Dewan Hisab dan Rukyat.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban
Pasal 39
(1) Dewan Hisab dan Rukyat berhak mengadakan permusyawaratan dengan sepengetahuan Pimpinan Pusat.
(2) Dewan Hisab dan Rukyat berhak mengikuti Musyawarah Pimpinan Pusat sesuai ketetuan Pasal 90
Pasal 40
(1) Dewan Hisab dan Rukyat berkewajiban melakukan penelitian dan pengkajian dalam bidang Hisab dan Rukyat.
(2) Dewan Hisab dan Rukyat berkewajiban merespon segala persoalan hisab dan rukyat di masyarakat dan negara.
(3) Dewan Hisab dan Rukyat berkewajiban membuat almanak Islam sebagai petunjuk pelaksanaan ibadah untuk keperluan anggota jam’iyah khususnya dan umat Islam umumnya.

BAB VII
DEWAN TAFKIR
Bagian Pertama
Pimpinan dan Anggota
Pasal 41
(1) Dewan Tafkir dipimpin oleh seorang Ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Tafkir dapat diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
(3) Ketua Umum dapat mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Tafkir melalui Musyawarah Khusus.
(4) Pimpinan Dewan Tafkir terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Para Ketua Bidang Kajian, Para Sekretaris Bidang Kajian.
(5) Untuk kelancaran tugasnya Pimpinan Dewan Tafkir dapat membuat kaifiyyah kerja yang disahkan oleh Pimpinan Pusat.
(6) Anggota Dewan Tafkir diangkat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan usulan Ketua Dewan Tafkir.
(7) Ketua Dewan Tafkir adalah anggota Musyawarah Lengkap Pimpinan Pusat.

Bagian Kedua
Fungsi Dan Tugas
Pasal 42
(1) Dewan Tafkir berfungsi sebagai dewan peneliti dan pengkaji dalam bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan politik.
(2) Dewan Tafkir bertugas melakukan penelitian dan pengkajian dalam bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
(3) Dewan Tafkir membentuk dan membawahi Pusat-pusat Kajian sesuai kebutuhan.

Bagian Ketiga
Persidangan
Pasal 43
(1) Dewan Tafkir melaksanakan sidang sesuai dengan kebutuhan umat dan perkembangan dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
(2) Dewan Tafkir dapat mengundang pakar sesuai dengan bidang yang diperlukan.
(3) Hasil kajian, penelitian, dan keputusan Dewan Tafkir ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dan disosialisasikan oleh Pimpinan Pusat bersama Dewan Tafkir.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban
Pasal 44
(1) Dewan Tafkir berhak mengadakan permusyawaratan dengan sepengetahuan Pimpinan Pusat.
(2) Dewan Tafkir berhak mengikuti Musyawarah Pimpinan Pusat sesuai ketentuan pasal 90.

Pasal 45
(1) Dewan Tafkir berkewajiban meneliti persoalan-persoalan dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan politik.
(2) Dewan Tafkir berkewajiban merespon segala persoalan umat yang berkaitan dengan dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
(3) Dewan Tafkir berkewajiban menyampaikan masukan kepada Pimpinan Pusat antara lain tentang persoalan dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

BAB VIII
PIMPINAN WILAYAH, DAERAH, CABANG, RANTING, JAMA’AH, DAN CABANG ISTIMEWA
Bagian Pertama
Pimpinan Wilayah
Pasal 46
(1) Pimpinan Wilayah dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas dan pelaksanaan jihad Jam’iyyah PERSIS di provinsi yang menjadi wilayah kerjanya.
(2) Pimpinan Wilayah dibentuk apabila di suatu provinsi sudah berdiri sedikitnya tiga Pimpinan Daerah.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah dipilih oleh Musyawarah Wilayah.
(4) Ketua Pimpinan Wilayah menyusun Tasykil Pimpinan Wilayah dan disahkan oleh Pimpinan Pusat untuk masa jihad empat (4) tahun.
(5) Pimpinan Wilayah terdiri atas :
a. Pimpinan Harian : Ketua, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Pimpinan Harian, Penasihat, Para Ketua Bidang Garapan, Para Ketua Pimpinan Daerah dan Para Ketua Bagian Otonom.
(6) Pimpinan Wilayah bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah, dan pertanggung jawaban Pimpinan Wilayah yang telah disahkan Musyawarah Wilayah disampaikan kepada Pimpinan Pusat.
(7) Ketua Pimpinan Wilayah adalah anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Pusat.

Pasal 47
Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Wilayah sekalipun belum memenuhi ketentuan Pasal 46 Ayat (2).

Bagian Kedua
Pimpinan Daerah
Pasal 48
(1) Pimpinan Daerah dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas dan pelaksanaan jihad Jam’iyyah PERSIS di Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kerjanya.
(2) Pimpinan Daerah didirikan di suatu Kabupaten/Kota apabila sudah terbentuk sedikitnya tiga Pimpinan Cabang.
(3) Ketua Pimpinan Daerah dipilih oleh Musyawarah Daerah.
(4) Ketua Pimpinan Daerah menyusun Tasykil Pimpinan Daerah dan disahkan oleh Pimpinan wilayah untuk masa Jihad 4 (empat) tahun.
(5) Pengesahan dan pelantikan Pimpinan Daerah dilakukan oleh Pimpinan Wilayah.
(6) Pimpinan Daerah terdiri atas :
a. Pimpinan Harian : Ketua, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara, dan Wakil Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Pimpinan Harian, Penasihat, Para Ketua Bidang Garapan, Para Ketua Pimpinan Cabang dan Para Ketua Bagian Otonom.
(7) Pimpinan Daerah bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah, dan pertanggung jawaban Pimpinan Daerah yang telah disahkan Musyawarah Daerah tersebut diserahkan kepada Pimpinan Wilayah dan tembusannya disampaikan kepada Pimpinan Pusat.
(8) Ketua Pimpinan Daerah adalah anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Wilayah.

Pasal 49
Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Daerah sekalipun belum memenuhi ketentuan Pasal 48 Ayat (2).

Bagian Ketiga
Pimpinan Cabang
Pasal 50
(1) Pimpinan Cabang dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas dan pelaksanaan jihad Jam’iyyah PERSIS di Kecamatan yang menjadi wilayah kerjanya.
(2) Pimpinan Cabang didirikan apabila di suatu Kecamatan terdapat sedikitnya 25 anggota dan atau 3 Pimpinan Ranting.
(3) Pimpinan Cabang memimpin beberapa Pimpinan Ranting atau sejumlah anggota di suatu Kecamatan.
(4) Ketua Pimpinan Cabang dipilih oleh Musyawarah Cabang.
(5) Pemilihan Ketua Cabang dilakukan oleh seluruh anggota PERSIS di Cabang tersebut.
(6) Ketua Pimpinan Cabang menyusun Tasykil Pimpinan Cabang dan disahkan oleh Pimpinan Daerah untuk masa 4 (empat) tahun.
(7) Pengesahan dan pelantikan Pimpinan Cabang dilakukan oleh Pimpinan Daerah.
(8) Pimpinan Cabang terdiri atas .
a. Pimpinan Harian : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Pimpinan Harian, Penasihat, Para Ketua Bidang Garapan, Para Ketua Pimpinan Ranting dan atau Pimpinan Jama’ah dan Para Ketua Bagian Otonom.
(9) Pimpinan Cabang bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang, dan pertanggungjawaban yang disahkan Musyawarah Cabang tersebut disampaikan kepada Pimpinan Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat.
(10) Ketua Pimpinan Cabang adalah anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Daerah.

Pasal 51
Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Cabang sekalipun belum memenuhi ketentuan Pasal 50 Ayat (2).

Bagian Keempat
Pimpinan Ranting
Pasal 52
(1) Pimpinan Ranting dibentuk untuk memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas dan pelaksanaan jihad Jam’iyyah PERSIS di Desa/Kelurahaan yang menjadi wilayah kerjanya.
(2) Pimpinan Ranting didirikan apabila di suatu Desa/Kelurahan terdapat sedikitnya tiga jama’ah atau 10 orang anggota.
(3) Pimpinan Ranting memimpin beberapa Pimpinan Jama’ah atau sejumlah anggota di suatu Desa/ Kelurahan.
(4) Ketua Pimpinan Ranting dipilih oleh Musyawarah Ranting.
(5) Pemilihan Ketua Ranting dilakukan oleh seluruh anggota PERSIS di Ranting tersebut.
(6) Ketua Pimpinan Ranting menyusun Tasykil Pimpinan Ranting dan disahkan oleh Pimpinan Cabang untuk masa 3 (tiga) tahun.
(7) Pengesahan dan pelantikan Pimpinan Ranting dilakukan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pimpinan Ranting terdiri atas:
a. Pimpinan Harian: Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Pimpinan Harian ditambah Penasihat, Para Ketua Bidang Garapan, Para Ketua Pimpinan Jama’ah dan Para Ketua Bagian Otonom.
(9) Pimpinan Ranting bertanggung jawab kepada Musyawarah Ranting, dan pertanggungjawaban yang disahkan Musyawarah Ranting tersebut disampaikan kepada Pimpinan Cabang dan tembusannya disampaikan kepada Pimpinan Daerah.
(10) Ketua Pimpinan Ranting adalah anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Cabang.

Pasal 53
Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Ranting sekalipun belum memenuhi ketentuan Pasal 52 Ayat (2).

Bagian Kelima
Pimpinan Jama’ah
Pasal 54
(1) Pimpinan Jama’ah didirikan apabila di suatu lingkungan permukiman atau tempat tinggal terdapat sedikitnya tiga orang anggota.
(2) Pimpinan Jama’ah memimpin para anggota di lingkungan pemukiman atau tempat tinggal.
(3) Ketua Pimpinan Jama’ah dipilih oleh Musyawarah Jama’ah untuk masa 3 (tiga) tahun dan disahkan oleh Pimpinan Cabang.
(4) Ketua Pimpinan Jama’ah dapat menunjuk pembantu-pembantunya dengan persetujuan Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Ranting.
(5) Ketua Pimpinan Jama’ah bertanggung jawab pada Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Ranting.
(6) Ketua Pimpinan Jama’ah adalah Anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting.

Bagian Keenam
Pimpinan Cabang Istimewa
Pasal 55
(1) Pimpinan Pusat dapat membentuk Pimpinan Cabang Istimewa di Luar Negeri sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pimpinan Cabang Istimewa dibentuk untuk mengkoordinasikan jihad Jam’iyyah PERSIS di luar negeri, membina kader-kader PERSIS di Luar negeri, dan membuka jaringan internasional terutama di Negara bersangkutan.
(3) Pimpinan Cabang Istimewa dibentuk apabila di suatu Negara terdapat sedikitnya 10 (sepuluh) orang anggota.
(4) Ketua Pimpinan Cabang Istimewa dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Cabang Istimewa.
(5) Pemilihan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa dilakukan oleh seluruh anggota Pimpinan Cabang Istimewa tersebut.
(6) Ketua Pimpinan Cabang Istimewa menyusun Tasykil Pimpinan Cabang Istimewa dan disahkan oleh Pimpinan Pusat untuk masa 2 (dua) tahun.
(7) Pengesahan dan pelantikan Pimpinan Cabang Istimewa dilakukan oleh Pimpinan Pusat.
(8) Pimpinan Cabang Istimewa terdiri atas:
a. Pimpinan Harian: Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
b. Pimpinan Lengkap: Pimpinan Harian, Penasihat, dan para Ketua Bidang Garapan.
(9) Pimpinan Cabang Istimewa bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang Istimewa dan pertanggungjawabannya disampaikan kepada Pimpinan Pusat.

Pasal 56
(1) Pimpinan Cabang Istimewa dapat mengusulkan pembentukan Bagian Otonom kepada Pimpinan Pusat.
(2) Pimpinan Cabang Istimewa dapat menggabungkan anggota Bagian Otonom menjadi anggota Cabang Istimewa apabila pembentukan Bagian Otonom belum memungkinkan.

Pasal 57
Pimpinan Cabang Istimewa dapat membentuk Lembaga Strategis Jam’iyyah PERSIS sesuai dengan kebutuhan PERSIS dan kondisi negara bersangkutan dengan seijin Pimpinan Pusat.

Pasal 58
Anggota Cabang Istimewa dan Anggota Bagian Otonom harus memperbaharui keanggotaannya sesuai aturan jenjang umur PERSIS atau Otonom sepulangnya ke tanah air.

Pasal 59
Bidang Garapan untuk struktur Pimpinan di bawah Pimpinan Pusat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Bagian Ketujuh
Rangkap Jabatan
Pasal 60
(1) Rangkap jabatan dalam Jam’iyyah PERSIS dapat dibenarkan selama tidak menghambat kelancaran operasional jam’iyyah.
(2) Rangkap jabatan dibatasi paling banyak dua rangkap jabatan.
(3) Bagi pemegang rangkap jabatan dalam Jam’iyyah PERSIS hanya berlaku satu suara dalam pemungutan suara.
(4) Rangkap Jabatan Majelis Penasihat hanya dibenarkan dengan keanggotaan Dewan.
(5) Tasykil Pimpinan Pusat tidak dibenarkan rangkap jabatan dengan jenjang Pimpinan di bawahnya.

BAB IX
BAGIAN OTONOM DAN PERWAKILAN
Bagian Pertama
Bagian Otonom Dan Ketentuan Otonomi
Pasal 61
(1) Bagian Otonom adalah bagian dari Jam’iyyah PERSIS sebagai kader dan pelopor perjuangan PERSIS yang diberi hak dan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus sendiri bidang kegiatannya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Bagian Otonom terdiri atas:
a. Bagian Otonom Wanita dinamakan “Persatuan Islam Isteri” disingkat PERSISTRI.
b. Bagian Otonom Pemuda dinamakan “Pemuda Persatuan Islam” disingkat PEMUDA PERSIS.
c. Bagian Otonom Pemudi dinamakan “Pemudi Persatuan Islam” disingkat PEMUDI PERSIS.
d. Bagian Otonom Mahasiswa dinamakan “Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam” disingkat HIMA PERSIS.
e. Bagian Otonom Mahasiswi dinamakan “Himpunan Mahasiswi Persatuan Islam” disingkat HIMI PERSIS.

Pasal 62
(1) Setiap Bagian Otonom menetapkan Qaidah Asasi dan Qaidah Dakhili masing-masing dengan mengacu kepada Qanun Asasi dan Qanun Dakhili PERSIS.
(2) Qaidah Asasi dan Qaidah Dakhili masing-masing Bagian Otonom disahkan oleh Muktamar masing-masing.
(3) Kebijakan Bagian Otonom yang mendasar harus sejalan dengan kebijakan PERSIS.

Bagian Kedua
Hak Kewajiban Bagian Otonom
Pasal 63
(1) PERSISTRI dibina oleh PERSIS untuk menjadi pelopor perjuangan PERSIS dalam bidang kewanitaan.
(2) PERSISTRI berkewajiban memberi contoh dan teladan yang sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal-hal yang berkenaan dengan aqidah, ibadah, dan muamalah di dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.

Pasal 64
(1) Pemuda PERSIS dibina oleh PERSIS untuk menjadi kader PERSIS.
(2) Pemuda PERSIS berkewajiban menjadi barisan pelopor perjuangan PERSIS dalam alam kepemudaan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam rangka mempersiapkan diri sebagai umat PERSIS masa depan.

Pasal 65
(1) Pemudi PERSIS diadakan dan dibina oleh PERSIS untuk menjadi kader PERSISTRI.
(2) Pemudi PERSIS berkewajiban menjadi barisan pelopor perjuangan PERSIS dalam alam kepemudian yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam rangka mempersiapkan diri sebagai umat PERSIS pada masa depan.

Pasal 66
(1) Hima PERSIS dibina oleh PERSIS untuk menjadi kader PERSIS.
(2) Hima PERSIS berkewajiban menjadi barisan pelopor perjuangan PERSIS di dunia kemahasiswaan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam rangka mempersiapkan diri sebagai umat PERSIS masa depan.

Pasal 67
(1) HIMI PERSIS diadakan dan dibina oleh PERSIS untuk menjadi kader PERSISTRI.
(2) HIMI PERSIS berkewajiban menjadi barisan pelopor perjuangan PERSIS di dunia kemahasiswian yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As Sunah dalam rangka mempersiapkan diri sebagai umat PERSIS di masa depan.

Bagian Ketiga
Lingkup Otonomi
Pasal 68
Otonomi yang diberikan kepada Bagian-bagian Otonom berlaku dan meliputi hal-hal sebagai berikut :
MUKTAMAR XV PERSIS Qanun Dakhili PERSIS
a. Penyelenggaraan Muktamar masing-masing Bagian Otonom.
b. Penentuan Pimpinan masing-masing Bagian Otonom.
c. Penetapan program jihad, anggaran pendapatan dan belanja masing-masing Bagian Otonom.
d. Pengelolaan masing-masing Bagian Otonom.
e. Pemeliharaan hubungan baik dengan jam’iyyah lain dalam bidangnya.
f. Pernyataan sikap yang sesuai dengan bidangnya.

Pasal 69
Pembinaan Bagian Otonom dilakukan oleh Pimpinan PERSIS sesuai dengan jenjang dan Bagian sebagaimana dimaksud Pasal 61 Ayat (1).

Bagian Keempat
Perwakilan
Pasal 70
(1) Perwakilan diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Pusat untuk masa jihad yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Perwakilan berkedudukan di tempat yang ditentukan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Perwakilan terdiri atas Ketua, Sekretaris, dan Bendahara serta beberapa Pembantu yang diperlukan.
(4) Perwakilan bertanggung jawab kepada Ketua Umum.

Pasal 71
Tugas dan Wewenang Perwakilan adalah :
a. Membantu menyelesaikan kepentingan Pimpinan Pusat di tempat yang diwakilinya.
b. Membina Anggota Tersiar di tempat yang diwakilinya.
c. Merintis dan mengembangkan pembentukan Pimpinan Jam’iyyah PERSIS di tempat yang diwakilinya.

BAB X
MUKTAMAR
Bagian Pertama
Waktu, Kedudukan dan Fungsi
Pasal 72
(1) Muktamar diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Muktamar dianggap sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Cabang, Daerah, dan Wilayah.
(3) Muktamar adalah forum untuk melaporkan dan menanggapi kinerja Pimpinan Pusat dan Majelis Penasihat.
(4) Muktamar menetapkan Qanun Asasi, Qanun Dakhili, Program Jihad Jam’iyyah, dan produk-produk Muktamar lainnya.
(5) Muktamar memilih dan menetapkan seorang Ketua Umum dan angota Majelis Penasihat untuk masa jihad 5 (lima) tahun mendatang.

Bagian Kedua
Pimpinan Sidang
Pasal 73
(1) Sidang-sidang pada Muktamar dipimpin oleh Presidium.
(2) Presidium Sidang berasal dari unsur Pimpinan Pusat dan peserta Muktamar yang terpilih.
(3) Presidium Sidang terdiri dari dua orang yang ditunjuk oleh Pimpinan Pusat PERSIS dan tiga orang yang dipilih oleh Muktamar.
(4) Presidium Sidang yang terpilih sebagaimana dimaksud Ayat (3) Pasal ini ditetapkan oleh Muktamar.

Bagian Ketiga
Peserta, Peninjau, dan Undangan
Pasal 74
(1) Muktamar diikuti oleh Peserta, Peninjau, dan Undangan.
(2) Peserta adalah anggota PERSIS yang diutus mengikuti Muktamar yang memiliki hak bicara, hak suara, hak memilih dan hak dipilih.
(3) Peninjau adalah pengikut Muktamar yang hanya mempunyai hak bicara.
(4) Undangan adalah mereka yang diundang oleh Pimpinan Pusat untuk mengikuti pembukaan dan atau penutupan Muktamar.

Pasal 75
(1) Peserta Muktamar terdiri atas :
a. Utusan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Wilayah.
b. Utusan Perwakilan.
c. Pimpinan Pusat,
d. Dewan Penasihat,
e. Dewan Hisbah,
f. Dewan Tafkir,
g. Dewan Hisab dan Rukyat,
h. Utusan Lembaga , dan
i. Utusan Bagian Otonom.
(2) Jumlah utusan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Bagian Otonom ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 76
(1) Peninjau ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usulan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Perwakilan.
(2) Peninjau dari Lembaga dan atau Badan Usaha baik dari dalam maupun luar Jam’iyyah PERSIS ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 77
(1) Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usulan Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Perwakilan.
(2) Undangan dari Lembaga dan atau Badan Usaha baik dari dalam maupun luar jam’iyyah PERSIS ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Bagian Keempat
Penentuan Hak Suara Dan Pengambilan Keputusan
Pasal 78
(1) Setiap peserta memiliki hak suara, hak bicara, hak memilih, dan hak dipilih.
(2) Bagian Otonom hanya memiliki hak suara, hak bicara, dan hak memilih.
(3) Peninjau dari Cabang, Daerah, Wilayah, dan Perwakilan hanya mempunyai hak bicara.
(4) Peninjau dari luar Jam’iyyah PERSIS boleh berbicara apabila dipandang perlu oleh Pimpinan Sidang.
(5) Setiap Peserta mempunyai memiliki satu hak suara.

Pasal 79
(1) Keputusan Muktamar dianggap sah apabila mendapat persetujuan dari 2/3 (dua pertiga) jumlah peserta yang hadir.
(2) Apabila tidak mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud Ayat (1) Pasal ini, pengesahan Keputusan Muktamar dapat diulang hingga 3 (tiga) kali, dan apabila masih tidak berubah keputusan terakhir diserahkan kepada kebijakan Pimpinan Sidang.

Bagian Kelima
Pemilihan Ketua Umum
Pasal 80
(1) Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS dipimpin oleh Panitia Pemilihan yang dipilih oleh Muktamar.
(2) Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
(3) Apabila secara musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS dilakukan secara tertulis, langsung, bebas, dan rahasia.
(4) Untuk menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat seseorang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Anggota PERSIS yang berkartu anggota.
b. Sehat Jasmani dan Rohani.
c. Ulama
(5) Memberikan hak prerogratif kepada Ketua Umum terpilih untuk menetapkan tasykil Pimpinan Pusat selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari.
(6) Hal-hal yang belum diatur tentang pemilihan ketua umum sebagaimana di atas diatur dalam tata tertib pemilihan Ketua Umum.

BAB XI
PERMUSYAWARATAN
Bagian Pertama
Pedoman Umum
Pasal 81
(1) Musyawarah dapat diselenggarakan bila mencapai quorum, yaitu dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah peserta musyawarah yang diundang.
(2) Apabila tidak mencapai quorum, dapat ditunda paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam untuk mengupayakan tercapainya quorum.
(3) Apabila setelah 2 (dua) kali penundaan tidak juga mencapai quorum, maka Pimpinan Musyawarah dapat mengambil kebijakan.
(4) Setiap musyawarah diusahakan secara mufakat, apabila tidak tercapai musyawarah mufakat maka dilakukan pemungutan suara.
(5) Keputusan dengan pemungutan suara dianggap sah, apabila disetujui oleh lebih dari setengah jumlah suara yang hadir.
(6) Bagian Otonom dan Bidang dapat mengadakan musyawarah sendiri bila diperlukan.
(7) Musyawarah diselenggarakan dengan memperhatikan segala tata tertib jam’iyyah PERSIS.

Bagian Kedua
Musyawarah Luar Biasa
Pasal 82
Musyawarah Luar Biasa diselenggarakan apabila jam’iyyah dalam keadaan darurat yang mengancam eksistensi jam’iyyah PERSIS.

Bagian Ketiga
Musyawarah Khusus
Pasal 83
(1) Musyawarah Khusus diselenggarakan untuk membahas permasalahan jam’iyyah yang mendasar.
(2) Musyawarah Khusus diselenggarakan untuk memusyawarahkan hal-hal khusus.
(3) Peserta Musyawarah Khusus ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

Bagian Keempat
Musyawarah Wilayah
Pasal 84
(1) Musyawarah Wilayah diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Wilayah dengan persetujuan Pimpinan Pusat setiap 4 (empat) tahun sekali.
(2) Musyawarah Wilayah membahas pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di provinsi atau wilayahnya dan memilih Ketua Pimpinan Wilayah periode berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Wilayah terpilih menyusun tasykil paling lambat tujuh (7) hari setelah Musyawarah Wilayah.
(4) Musyawarah Wilayah diikuti oleh utusan Pimpinan Daerah, anggota Pimpinan Wilayah, Pimpinan Pusat, utusan Bagian Otonom tingkat Pimpinan Wilayah serta undangan yang dianggap penting.
(5) Musyawarah Wilayah memberikan hak bicara kepada setiap pesertanya.
(6) Musyawarah Wilayah memberikan hak suara kepada para anggota Pimpinan Wilayah, para Ketua Bagian Otonom Pimpinan Wilayah dan utusan Pimpinan Daerah.
(7) Pimpinan Wilayah melaporkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di provinsi atau wilayahnya kepada Musyawarah Wilayah.

Bagian Kelima
Musyawarah Daerah
Pasal 85
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Daerah dengan persetujuan Pimpinan Wilayah, setiap 4 (empat) tahun sekali.
(2) Musyawarah Daerah membicarakan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Kabupaten/Kota dan memilih Ketua Pimpinan Daerah periode berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Daerah terpilih menyusun tasykil paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Daerah.
(4) Musyawarah Daerah diikuti oleh anggota Pimpinan Daerah, utusan Bagian Otonom Pimpinan Daerah, wakil Pimpinan Pusat/ wakil Pimpinan Wilayah, utusan Pimpinan Cabang, dan undangan yang dianggap penting.
(5) Musyawarah Daerah memberikan hak bicara kepada setiap peserta.
(6) Musyawarah Daerah memberikan hak suara kepada para anggota Pimpinan Daerah, utusan Bagian Otonom Pimpinan Daerah dan utusan Pimpinan Cabang.
(7) Ketua Pimpinan Daerah mempertanggungjawabkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Kabupaten/Kota kepada Musyawarah Daerah.

Bagian Keenam
Musyawarah Cabang
Pasal 86
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Cabang dengan persetujuan Pimpinan Daerah setiap 4 (empat) tahun sekali.
(2) Musyawarah Cabang membicarakan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Cabangnya dan memilih Ketua Pimpinan Cabang periode berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Cabang terpilih menyusun tasykil paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Cabang.
(4) Musyawarah Cabang diikuti oleh seluruh anggota di Cabang tersebut, wakil Pimpinan Daerah/ Pimpinan Wilayah/ Pimpinan Pusat, para ketua Bagian Otonom Pimpinan Cabang dan undangan yang dianggap penting.
(5) Musyawarah Cabang memberikan hak bicara kepada setiap pesertanya.
(6) Musyawarah Cabang memberikan hak suara kepada anggota biasa yang tercatat di Cabang tersebut dan para Ketua Bagian Otonom Cabang tersebut.
(7) Ketua Pimpinan Cabang mempertanggungjawabkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Cabangnya kepada Musyawarah Cabang.

Bagian Ketujuh
Musyawarah Ranting
Pasal 87
(1) Musyawarah Ranting diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Ranting dengan persetujuan Pimpinan Cabang setiap 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Musyawarah Ranting membicarakan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Pimpinan Ranting dan memilih Ketua Pimpinan Ranting masa jihad berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Ranting terpilih menyusun tasykil paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Ranting.
(4) Musyawarah Ranting diikuti oleh anggota di lingkungan/jama’ah setempat, para ketua Bagian Otonom Pimpinan Ranting dan undangan yang dianggap penting.
(5) Musyawarah Ranting memberikan hak bicara kepada setiap pesertanya.
(6) Musyawarah Ranting memberikan hak suara kepada anggota Jama’ah dan utusan Bagian Otonom Jama’ah tersebut.
(7) Pimpinan Ranting mempertanggungjawabkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Rantingnya kepada Musyawarah Ranting.

Bagian Kedelapan
Musyawarah Jama’ah
Pasal 88
(1) Musyawarah Jama’ah diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Jama’ah dengan persetujuan Pimpinan Cabang setiap 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Musyawarah Jama’ah membicarakan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Jama’ahnya dan memilih Ketua Pimpinan Jama’ah masa jihad berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Jama’ah terpilih menyusun tasykil paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Jama’ah.
(4) Musyawarah Jama’ah diikuti oleh anggota di lingkungan/jama’ah setempat, para ketua Bagian Otonom Pimpinan Jama’ah dan undangan yang dianggap penting.
(5) Musyawarah Jama’ah memberikan hak bicara kepada setiap pesertanya.
(6) Musyawarah Jama’ah memberikan hak suara kepada anggota Jama’ah dan utusan Bagian Otonom Jama’ah tersebut.
(7) Ketua Pimpinan Jama’ah melaporkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Jama’ahnya kepada Musyawarah Jama’ah.

Bagian Kesembilan
Musyawarah Cabang Istimewa
Pasal 89
(1) Musyawarah Cabang Istimewa diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan Cabang Istimewa dengan persetujuan Pimpinan Pusat setiap 2 (dua) tahun sekali.
(2) Musyawarah Cabang Istimewa membicarakan pelaksanaan jihad jam'iyyah di Cabang Istimewa tersebut dan memilih Ketua Pimpinan Cabang Istimewa periode berikutnya.
(3) Ketua Pimpinan Cabang Istimewa terpilih menyusun tasykil paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Cabang Istimewa.
(4) Musyawarah Cabang Istimewa diikuti oleh seluruh anggota di Cabang Istimewa tersebut dan Pimpinan Pusat apabila memungkinkan.
(5) Musyawarah Cabang Istimewa memberikan hak bicara kepada setiap pesertanya.
(6) Musyawarah Cabang Istimewa memberikan hak suara kepada anggota biasa yang tercatat di Cabang Istimewa tersebut dan para Ketua Bagian Otonom Cabang Istimewa tersebut.
(7) Ketua Pimpinan Cabang Istimewa mempertanggungjawabkan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS di Cabangnya kepada Musyawarah Cabang Istimewa.

Bagian Kesepuluh
Musyawarah Pimpinan
Pasal 90
(1) Pimpinan jam'iyyah PERSIS untuk semua tingkatan dapat mengadakan Musyawarah Pimpinan pada setiap waktu yang diperlukan.
(2) Musyawarah Pimpinan di tingkat pusat terdiri dari:
a. Musyawarah Pimpinan Harian, adalah permusyawaratan yang diikuti oleh anggota pimpinan harian untuk membicarakan kegiatan rutin Jam'iyyah PERSIS.
b. Musyawarah Pimpinan Lengkap, adalah permusyawaratan yang diikuti anggota Pimpinan Lengkap ditambah para Ketua Pimpinan Wilayah untuk membicarakan persoalan-persoalan pokok yang dihadapi Jam'iyyah PERSIS.
c. Musyawarah Kerja, adalah permusyawaratan yang diikuti oleh anggota pimpinan lengkap, para Ketua Pimpinan Wilayah, dan pihak-pihak yang diperlukan untuk membicarakan penjabaran dan pelaksanaan jihad Jam'iyyah PERSIS.
d. Musyawarah Pimpinan Terbatas, adalah permusyawaratan yang diikuti oleh anggota pimpinan lengkap untuk membicarakan masalah Jam’iyyah PERSIS yang diperlukan.
e. Musyawarah Pimpinan Lengkap yang diperluas, adalah permusyawaratan yang diikuti oleh anggota Musyawarah Pimpinan lengkap dan para Ketua PD yang dianggap perlu untuk membicarakan hal-hal yang penting dan strategis.

BAB XII
PENGGANTIAN PIMPINAN
Bagian Pertama
Penggantian Pimpinan Berhalangan Tidak Tetap
Pasal 91
(1) Dalam keadaan Ketua Umum berhalangan tidak tetap untuk melaksanakan tugas-tugasnya, maka yang bersangkutan dapat melimpahkan tugas dan kewenangannya kepada Wakil Ketua Umum.
(2) Dalam keadaan Ketua Majelis Penasihat berhalangan tidak tetap untuk melaksanakan tugas-tugasnya, maka yang bersangkutan dapat melimpahkan tugas dan kewenangannya kepada Wakil Ketua Majelis Penasihat.
(3) Dalam keadaan Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting, Ketua Pimpinan Jama’ah , Ketua Pimpinan Cabang Istimewa berhalangan tidak tetap maka Ketua bersangkutan menunjuk pejabat yang melaksanakan tugas (PYMT).
(4) Dalam keadaan Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting, Ketua Pimpinan Jama’ah , Ketua Pimpinan Cabang Istimewa berhalangan tidak tetap dan tidak dapat menunjuk Pejabat Yang Melaksanakan Tugas (PYMT) maka penunjukan PYMT dilakukan melalui Musyawarah Pimpinan Lengkap.

Bagian Kedua
Penggantian Pimpinan Berhalangan Tetap
Pasal 92
(1) Ketua Umum Pimpinan Pusat memiliki kewenangan untuk mengisi kekosongan jabatan Pimpinan Jam’iyyah PERSIS yang berhalangan tetap di tingkat Pusat.
(2) Dalam menentukan pengisian kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud Ayat (1) Pasal ini Ketua Umum dapat meminta saran dan pertimbangan Anggota Pimpinan Pusat melalui Musyawarah Pimpinan Terbatas.

Pasal 93
(1) Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting, Ketua Pimpinan Jama’ah, Ketua Pimpinan Cabang Istimewa memiliki kewenangan untuk mengisi kekosongan jabatan Pimpinan Jam’iyyah PERSIS yang berhalangan tetap di jenjang masing-masing.
(2) Dalam menentukan pengisian kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Pasal ini, Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting, Ketua Pimpinan Jama’ah, Ketua Pimpinan Cabang Istimewa dapat meminta saran dan pertimbangan anggota Pimpinan Jam’iyyah PERSIS di tingkat masing-masing.

Pasal 94
(1) Dalam keadaan Ketua Umum berhalangan tetap untuk melaksanakan tugas-tugasnya, maka Jam’iyyah PERSIS dipimpin oleh Wakil Ketua Umum sampai Muktamar berikutnya.
(2) Dalam keadaan Ketua Majelis Penasihat berhalangan tetap untuk melaksanakan tugas-tugasnya, maka Majelis Penasihat dipimpin oleh Wakil Ketua Majelis Penasihat sampai Muktamar berikutnya.
(3) Penggantian Pimpinan/Anggota Majelis Penasihat yang berhalangan tetap diangkat dan disahkan oleh Majelis Penasihat atas kesepakatan Pimpinan Majelis Penasihat dan Pimpinan Pusat Persatuan Islam.
(4) Dalam keadaan Ketua Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting, Ketua Pimpinan Jama’ah dan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa berhalangan tetap maka diselenggarakan Musyawarah Pimpinan Khusus untuk menggantikan Ketua tersebut sampai akhir masa jihadnya.

BAB XIII
LEMBAGA, IKATAN, DAN HIMPUNAN
Bagian Pertama
Lembaga
Pasal 95
(1) Lembaga merupakan unit kegiatan yang sifatnya operasional dan memberikan pelayanan langsung kepada umat.
(2) Lembaga dibentuk dan dibubarkan oleh Ketua Umum atas usulan Sekum, Ketua Bidang, Ketua Bidgar yang membawahinya.
(3) Pembentukan Lembaga dimaksudkan untuk menunjang kelancaran bidang atau bidang garapan.
(4) Pimpinan Lembaga diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum atau atas usul Ketua Bidang atau Bidang Garapan terkait.
(5) Pemimpin Lembaga tidak termasuk anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap.
(6) Pimpinan Lembaga bertanggungjawab kepada Ketua Umum melalui Sekretaris Umum, Ketua Bidang, atau Ketua Bidgar yang membawahinya.
(7) Tata cara pembentukan Lembaga diatur dalam Pedoman Jam’iyyah PERSIS.
(8) Lembaga dapat menyusun kaifiyyah kerja yang disahkan oleh Pimpinan Pusat.

Bagian Kedua
Ikatan dan Himpunan
Pasal 96
(1) Ikatan dan himpunan merupakan unit kegiatan atau forum-forum untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidangnya yang bertujuan untuk mengembangkan profesi, minat, bakat, dan hobi.
(2) Ikatan dan himpunan dibentuk dan dibubarkan oleh Ketua Umum atas usulan Ketua Bidang atau Ketua Bidgar melalui Ketua Bidang yang membawahinya.
(3) Pimpinan Ikatan dan himpunan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum atau atas usul Ketua Bidang atau Bidang Garapan terkait.
(4) Pemimpin Ikatan dan himpunan tidak termasuk anggota Musyawarah Pimpinan Lengkap.
(5) Pimpinan Ikatan dan himpunan bertanggungjawab kepada Ketua Umum melalui Ketua Bidang, atau Ketua Bidgar yang membawahinya.
(6) Tata cara pembentukan Ikatan dan himpunan diatur dalam Pedoman Jam’iyyah PERSIS.
(7) Ikatan dan himpunan dapat menyusun kaifiyyah kerja yang disahkan oleh Pimpinan Pusat.

BAB XIV
BADAN USAHA
Bagian Pertama
Pendirian Badan Usaha
Pasal 97
(1) Badan Usaha adalah lembaga usaha milik Jam’iyah PERSIS yang berbadan hukum.
(2) Badan Usaha dibentuk dan dibubarkan oleh Pimpinan Jam’iyyah PERSIS.
(3) Pimpinan Jam’iyyah PERSIS menunjuk seorang/beberapa orang pimpinan atau anggota yang memiliki keahlian sesuai bidangnya untuk mendirikan suatu badan usaha.
(4) Pimpinan Jam’iyyah PERSIS mengusahakan modal untuk pembentukan dan pengelolaan suatu badan usaha.
(5) Orang-orang yang ditunjuk untuk mengelola suatu badan usaha jam’iyah bertanggung jawab kepada Pimpinan Jam’iyyah PERSIS.
Bagian Kedua
Kepemilikan Saham

Pasal 98
(1) Kepemilikan saham dan kesertaan dalam suatu badan usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 51% dari seluruh saham menjadi hak milik Jam’iyyah PERSIS yang tidak dapat diganggu gugat.
(2) Saham sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini adalah atas nama jam’iyah PERSIS.
(3) Jam’iyah PERSIS dapat ikut serta dalam penyertaan saham di perusahaan lain.

Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak Badan Usaha
Pasal 99
(1) Akta pendirian Badan Usaha wajib mendapat persetujuan Pimpinan Pusat.
(2) Pengelola Badan Usaha wajib melaporkan perkembangan Badan Usaha yang dikelolanya kepada Pimpinan Pusat secara berkala.
(3) Badan Usaha wajib menyetorkan sebagian keuntungan dari hasil usaha kepada Pimpinan Jam’iyah PERSIS.
(4) Pengelola Badan usaha berhak mengelola perusahaan yang dipimpinannya secara profesional dan mandiri.

Bagian Keempat
Pengawasan
Pasal 100
(1) Pengawasan terhadap suatu badan usaha dilakukan oleh Pimpinan Jam’iyyah PERSIS.
(2) Apabila pengawasan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini dianggap belum cukup, Pimpinan Jam’iyyah PERSIS dapat membentuk Badan Pengawas jam’iyah.

BAB XV
KEKAYAAN DAN PEMBIAYAAN
Pasal 101
(1) Pimpinan Jam'iyyah PERSIS menginventarisasikan seluruh kekayaan jam'iyyah.
(2) Kekayaan dan keuangan Jam'iyyah PERSIS digunakan untuk kelancaran pelaksanaan program jihad jam'iyyah.

Pasal 102
(1) Pembiayaan Jam’iyyah PERSIS diperoleh dari iuran anggota, zakat, infaq shadaqoh, hasil wakaf, penyelenggaraan pendidikan, dan usaha lain yang halal dan tidak mengikat.
(2) Uang pangkal dan infaq pendaftaran keanggotaan seluruhnya diserahkan kepada Pimpinan Pusat.
(3) Infaq anggota (Iuran), zakat, infaq, dan shadaqah, hasil wakaf, penyelenggaraan pendidikan, dan hasil usaha lain disisihkan dan digunakan untuk membiayai kegiatan Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, dan Wilayah diatur dalam Pedoman Jam’iyyah.

BAB XVI
PEMBEKUAN PIMPINAN JAM’IYYAH DI BAWAH PIMPINAN PUSAT
Pasal 103
(1) Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, dan Wilayah dapat dibekukan sementara oleh Pimpinan Pusat apabila tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Qanun Asasi dan Qanun Dakhili atau dapat mengancam eksistensi Jam'iyyah PERSIS secara keseluruhan.
(2) Tindakan pembatalan dan atau pembekuan sementara Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, dan Wilayah harus dipertanggungjawabkan kepada Muktamar.
(3) Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, dan Wilayah yang dibatalkan dan atau dibekukan sementara, dibina langsung oleh Pimpinan di atasnya hingga dibentuk Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, atau Wilayah yang baru, atau dicairkannya Pimpinan Jama’ah, Ranting, Cabang, Daerah, dan Pimpinan Wilayah yang dibekukan sementara tersebut.

BAB XVII
TATA URUTAN PERATURAN
Pasal 104
Tata urutan peraturan Jam’iyah PERSIS terdiri atas:
1. Qanun Asasi dan Qanun Dakhili
2. Keputusan-Keputusan Muktamar selain Qanun Asasi dan Qanun Dakhili
3. Peraturan Pimpinan Pusat
4. Surat Keputusan Pimpinan Pusat
5. Petunjuk Pelaksanaan
6. Peraturan Pimpinan Wilayah
7. Peraturan Pimpinan Daerah
8. Peraturan Pimpinan Cabang
9. Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa.

Pasal 105
Qaidah Asasi dan Qaidah Dakhili merupakan peraturan tertinggi Bagian Otonom sebagai hasil Muktamar Bagian Otonom, yang isinya mengacu kepada Qanun Asasi dan Qanun Dakhili PERSIS, dan hanya berlaku dilingkungan Bagian Otonom.

Pasal 106
Semua Peraturan Jam’iyyah PERSIS di bawah Qanun Asasi dan Qanun Dakhili yang isinya bertentangan dengan Qanun Asasi dan Qanun Dakhili, maka peraturan tersebut dinyatakan batal demi hukum.

BAB XVIII
KEDARURATAN
Pasal 107
(1) Dalam keadaan darurat Pimpinan Pusat dapat menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa yang berkedudukan setara dengan Muktamar.
(2) Musyawarah sebagaimana yang dimaksud ayat (1) Pasal ini sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) pimpinan jam’iyyah tingkat Cabang, Daerah dan Wilayah.

BAB XIX
KHATIMAH
Bagian Pertama
Aturan Peralihan
Pasal 108
(1) Qanun Dakhili hanya dapat diubah oleh Muktamar.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun Dakhili akan diatur oleh Pimpinan Pusat.
(3) Qanun Dakhili tahun 2010 dinyatakan tidak berlaku sejak diberlakukannya Qanun Dakhili hasil Muktamar tahun 2015.

Bagian Kedua
Pengesahan
Pasal 109
Qanun Dakhili ini disempurnakan dari Qanun Dakhili terdahulu dan disahkan oleh Muktamar XV PERSIS tanggal 15 Shafar 1437 H. bertepatan dengan tanggal 29 November 2015 M di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan berlaku sejak tanggal ditetapkannya.

Jakarta, 11 Shafar 1437 H
23 November 2015 M

Komentar