Spirit 242, Antara Solidaritas dan Loyalitas Keluarga Besar Persis
Hampir semua manusia di bumi Nusantara ini tahu, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote. Dengan beberapa kejadian akhir-akhir ini, bermula sang penjaga ulama Persatuan Islam (Persis) telah tiada, ragam hal yang berkaitan demikian muncul di permukaan, sampai akhirnya bermuara pada satu moment 'Silaturahim Akbar Keluarga Besar Persis'.
Berbagai asumsi deras mengalir menuju lautan kebenaran, semua hal yang belum diketahui validitasnya ikut menekan lajunya, mewarnai hiruk pikuk kondisi sosial, ada pula yang mencoba mengarahkan pada moment pilkada, karena konstalasi politik mengakibatkan demikian, namun entahlah apa yang hendak terjadi, ingin menerka lebih jauh namun khawatir tendensi pada su'udzon.
Terbesit dalam benak pikir, sesaat setelah banyak media sosial mengabarkan pertemuan sakral yang akan digelar di Bandung, hari Sabtu tanggal 24 Februari 2018 yang diikuti oleh seluruh jamaah Persatuan Islam. Tiba-tiba muncul pertanyaan, seberapa penting acara ini untuk Jam'iyyah Persis ?
Tidak ada salahnya jika dilihat dari kaca mata kepentingan politik hari ini, yang kebetulan daerah Jawa Barat akan menghadapi moment Pilkada. Diakui ataupun tidak, basis terbesar Persis secara kuantitas yakni Jawa Barat, mungkinkah semua erat kaitannya? Terlepas ada atau tidaknya, berlanjut pada asumsi pengukuran suara Persis menjelang Pilkada dan Pilpres.
Terlalu dini untuk menyimpulkan demikian, namun tak salah jika kita menduganya, manusiawi, biarkan kejernihan dalam berpikir dikedepankan. Muncul pula pertanyaan selanjutnya, siapa yang menginisiasi gerakan silaturahim ini ? Desakan dari mana ? Gerakan politis atau solidaritas atas kejadian yang menimpa pada sosok penjaga ulama yakni Ustd Prawoto? Jauhkan dulu pertanyaan tersebut, mungkin karena as sam'u wath tha'ah.
Ragam aspek dari berbagai sudut pandang sulit untuk menarik garis demarkasinya, sehingga asumsi gerakan semacam ini di Persis baru sampai pada euforia saja. Untuk mengimbanginya, mungkin sedikit kritis terhadap substansi agendanya. Pertama, apakah ini bentuk ketidakkuasaan Persis dengan gerakan lain? Yang lebih mendominasi hari ini ?.
Kembali pada pokok pemberangkatannya, sejauh manakah sikap Persis mengawal kasus hukumnya? kalaupun mau tendensi pada solidaritas ini dipandang lebih substantif saat kondisi mendesak seperti ini, namun tidak lantas kita apatis akan sikap konkret yang sudah ditimang masak oleh Persis, yakni silaturahim.
Manusiawi manakala muncul kekhawatiran cenderung pemanfaatan momen, yang jujur secara pribadi masih samar dengan tujuan utama yang dibidiknya apa ? Tapi, setiap kali itu muncul dalam benak ataupun ke permukaan, kita sekapat untuk melupakan pertanyaan itu dari mereka.
Terakhir, jangan salahkan pribadi ini yang belum banyak tahu, manakala muncul lagi dan lagi beberapa pertanyaan konyol, namun layak untuk jadi pertimbangan atau perenungan dikala senja dan saat menikmati teh manis. Jika dasarnya solidaritas, apa harus dengan gerakan seperti ini ? Bagaimana nasib perjalanan hukum si pelaku ? Kejelasan pelaku harus cepat diungkap di ranah hukum dan dipublish di media dengan massif. Apakah pembunuhan terencana, sistemik, atau hanya masalah pribadi, agar tidak banyak orang berprasangka, dan menjadi bentuk lain dari sebuah teror ?
Untuk apa kita ikut serta di dalamnya ?, setidaknya pertanyaan itu muncul agar tidak dianggap muqallid, karena muttabi' mengharuskan kita paham akan ilmunya. As-sam'u wa th tho'at dekat dengan taqlid bukan dekat dengan ittiba'. Inilah realita yang hendak terjadi dan dirasa. Bukan pengecualian liar di dalamnya, namun jauh dari itu spirit untuk hadir dan bersilaturahim menggebu dalam memenuhi rasa keterpanggilan ini. Dan ini bagian dari menerka arah pikir saat sunyi menyertai, semoga gerakan ini mampu menjawab pertanyaan yang hendak muncul. [Wallahual’alam Bishawab]
Oleh : Teguh Deni Aljabar
Komentar
Posting Komentar